Friday, March 8, 2013

Project #6 - Fifty Years of Silence


Fifty Years of Silence


Sampul orisinal "Fifty Years of Silence"
Bagaimana mengatakannya pada anak cucu kita? Maksud saya, perasaan malu dan tidak berharga yang begitu besar itu. Mau tak mau saya harus mengungkapkannya, tapi rasanya tidak sanggup berhadapan muka dengan mereka . . . jadi saya putuskan untuk mencurahkannya lewat tulisan ini. 

Masa kanak-kanak Jan Ruff-O’Herne yang penuh keceriaan di masa penjajahan kolonial Belanda di Indonesia berakhir ketika Jepang menyerbu pulau Jawa pada tahun 1942. Kemudian ia diasingkan di Kamp Penjara Ambarawa bersama ibu dan kedua saudara perempuannya.

Pada bulan Februari 1944, ketika Jan baru berusia 21 tahun, ia diambil dari kamp dan dipaksa menjadi budak seks dalam sebuah rumah bordir bagi para tentara Jepang, di sana ia sering dipukuli dan diperkosa selama tiga bulan. Kemudian ia dikembalikan ke kamp dengan ancaman bahwa seluruh keluarganya akan dihabisi jika ia berani coba-coba mengungkapkan kebenaran tentang kekejaman yang dideritanya.

Selama lima belas tahun, Jan tidak pernah memberitahu siapa pun tentang peristiwa yang dialaminya semasa perang, namun pada tahun 1992, setelah menyaksikan di televisi ketika para korban perkosaan pada perang Korea memohon keadilan, ia memutuskan untuk angkat bicara dan mendukung mereka. Namun sebelum ia sanggup bicara di depan publik, ia harus memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan tentang segala sesuatu yang pernah dideritanya pada keluarga dan teman-temannya.

Ketabahannya dalam bertahan hidup menunjukkan kekuatan batin dan imannya yang teguh. Selama lima belas tahun, ia berjuang sekuat tenaga tanpa kenal lelah untuk membela hak-hak kaum wanita dalam perang dan konflik bersenjata.

Sebuah catatan yang menyentuh hati dan emosional tentang trauma dan teror yang dialami Jan Ruff-O’Herne sebagai seorang wanita muda yang ‘amat menyenangkan.’ Kisahnya menyampaikan luka hati dan penghinaan dari perbudakan seks.  
– The Age

Sebuah buku yang luar biasa . . . Bacalah.
– The Canberra Times

No comments

Post a Comment

© Sojourners Rendezvous
Maira Gall