Fifty Years of Silence
Sampul orisinal "Fifty Years of Silence" |
Bagaimana mengatakannya pada anak cucu
kita? Maksud saya, perasaan malu dan tidak berharga yang begitu
besar itu. Mau tak mau saya harus mengungkapkannya, tapi rasanya tidak
sanggup berhadapan muka dengan mereka . . . jadi saya putuskan
untuk mencurahkannya lewat tulisan ini.
Masa kanak-kanak Jan Ruff-O’Herne yang penuh keceriaan di masa penjajahan kolonial Belanda di Indonesia berakhir ketika Jepang menyerbu pulau Jawa pada tahun 1942. Kemudian ia diasingkan di Kamp Penjara Ambarawa bersama ibu dan kedua saudara perempuannya.
Pada bulan Februari 1944, ketika Jan baru berusia
21 tahun, ia diambil dari kamp dan dipaksa menjadi budak seks dalam sebuah
rumah bordir bagi para tentara Jepang, di sana ia sering dipukuli dan diperkosa
selama tiga bulan. Kemudian ia dikembalikan ke kamp dengan ancaman bahwa
seluruh keluarganya akan dihabisi jika ia berani coba-coba mengungkapkan
kebenaran tentang kekejaman yang dideritanya.
Selama lima belas tahun, Jan tidak
pernah memberitahu siapa pun tentang peristiwa yang dialaminya semasa perang,
namun pada tahun 1992, setelah menyaksikan di televisi ketika para korban perkosaan
pada perang Korea memohon keadilan, ia memutuskan untuk angkat bicara dan
mendukung mereka. Namun sebelum ia sanggup bicara di depan publik, ia harus
memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan tentang segala
sesuatu yang pernah dideritanya pada keluarga dan teman-temannya.
Ketabahannya dalam bertahan hidup
menunjukkan kekuatan batin dan imannya yang teguh. Selama lima belas tahun, ia
berjuang sekuat tenaga tanpa kenal lelah untuk membela hak-hak
kaum wanita dalam perang dan konflik bersenjata.
Sebuah catatan yang menyentuh hati
dan emosional tentang
trauma dan teror yang dialami Jan Ruff-O’Herne sebagai seorang wanita muda yang
‘amat menyenangkan.’ Kisahnya menyampaikan luka hati dan penghinaan dari
perbudakan seks.
– The Age
Sebuah buku yang luar biasa . . .
Bacalah.
– The Canberra Times
No comments
Post a Comment